Senin, 21 April 2014

TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF

TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF

Jean Piaget, professor di bidang psikologi perkembangan anak dari Universitas Geneva Swiss, berpendapat bahwa kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya sudah dirintis sejak anak lahir, yang kemudian berkembanglah proses belajar anak sejalan dengan tahapan perkembangannya, yang disebut sebagai perkembangan kognisi anak atau perkembangan daya tangkap anak. Menurut piaget, sesorang berkembang melaui empat tahap utama perkembangan kognitif sensorimotor, praoperasional, operasional konkert dan operasional formal. Setiap tahap tersebut berkaitan dengan usia dan mengandung cara berpikir yang bebeda. Cara yang berbeda dalam memahami dunalah yang membuat suatutahap  lebih maju daripaada yang lainnya, memiliki lebih banyak pengetahuan tidak dengan sendirinya berarti membuat cara berpikir remaja menjadi lebih maju dalam pandangan Piaget.
  • 1.       Tahap sensomotorik (lahir -2 tahun)
  • 2.       Tahap praoperasional (2-7 tahun)
  • 3.       Tahap konkret-operasional (7-11 tahun)
  • 4.       Tahap formal-operasional (12 tahun ke atas)


  1. Tahap sensorimotor yang berlangsung sejak masa bayi sampai sekitar usia 2 tahun adalah tahap pertama dalam teori piaget. Pad atahap ini bayi membangun pemahamannya akan dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman inderawinya (misalnya dengan melihat dan mendengar ) dengan gerakan fisik, motorik sehingga disebut sorimotor. Pada tahap awal ini bayoi yang baru lahir hanya meiliki sejumlah pola reflex untuk beraksi, pada akhir tahap ini anak 2 tahun sudah memiliki pola sensorimotor yang canggih dan mulai menggunakan simbol-simbol yangs sederhana. Dalam tahap ini anak dicirikan dengan tindakannya yang suka menirukan dan bertindak secara refleks. Anak dalam tahap ini hanya memikirkan apa yang terjadi sekarang. Anak akan meniru apa yang dibuat orang dewasa maka model penanaman nilai perlu dengan cara menirukan, dan orang dewasa sebagai teladan yang ditirukan.
  2. Tahap praoperasional yang berlangsung dari usia 2-7 tahun adalah tahap perkembangan kedua. Anak mulai menggambarkan dunia dengan kata-kata, bayangan atau gambar. Pemikiran simbolik sudah lebih jauh daripada hubungan sederhana antara informasi dan tindakan.  Dengan penggunaan bahasa anak mulai dapat memikirkan yang tidak terjadi sekarang tetapi yang sudah lalu. Dengan adanya bahasa maka ia dapat mengungkapkan sesuatu hal yang lenih luas daripada yang dapat dijamah, yng sekarangn dilihatnya. Dalam hal sikap pribadi, anak pada thapa ini masih egosentris, berpikir pada diri sendiri. Penanaman nilai mulai dapat menggunakan bahasa, dengan bicara, dan sedikit penjelasan.
  3. Pemikiran operasional konkret yang berlangsung sejak 7-11 tahun adalah tahap ketiga. Pada tahap ini anak mampu melakukan operasi kognitif. Penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama nalar dapat diterapkan pada suatu kejadian khusus atau konkret. Menurut piaget cara berpikir operasional konkret yaitu sejumlah tindakan mental yang memungkinkan seseorang untuk melakukan sesuatu secara mental, hal-hal yang sebelumnya dilakukan secara fisik. Pemikir pada tahap operasionl konkret mampu secara mental memindahkan cairan dari satu tabung ke tabung lainnya, dan memahami bahwa isinya tetap sama walaupun tabung-tabung tersebut berbeda tinggi dan lebarnya. Pada tugas Piaget yang paling terkenal, seseorang dihadapkan pada dua tabung yang identik, yang masing-masnig berisi air dalam jumlah yang sama., anak-anak ditanya apakah jumlah air dalam kedua tabung sama, mereka menjawab iya. Anak sudah mulai berpikir transformasi reversible (dapat dipertukarkan) dan kekekalan. Dia dapat mengerti adanya perpindahan benda, mulai dapat membuat klasifikasi, namun dasarnya masih pada hal yang konkret. Anak sudah dapat mengerti persoalan sebab akibat. Maka dalam penanaman nilai pun sudah dapat dikenalkan suatu tindakan dengan akibatnya yang baik dan tidak baik. 
  4. Adapun tahap operasional formal, umur 11 tahun ke atas, anak sudah dapat berpikir formal, abstrak. Dia dapat berpikir secara deduktif, induktif, dan hipotesis. Ia tidak membatasi berpikir pada yang sekarang tetapi dapat berpikir tentang yang akan datang, sesuatu yang diandaikan. Anak sudah dapat diajak menyadari apa yang dibuatnya dengan alasannya. Segi rasionalitas tindakan sudah dapat diajarkan. Pada tahap ini dalam penanaman nilai, anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik.  Pemikiran operasional formal lebih abstrak daripada pemikiran operasonal konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposi abstrak dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Kualitas abstrak dari pemikiran remaja di tahap operasionla formal tampak jelas pada kemampuan remaja untuk memecahkan maslah secara verbal. Bila pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret A, B,C agar dapat mrembuat kesimpulan logis maka pemikir operasional formal mampu memecahkan masalah ini meski hanya dikemukkana secara verbal. Seiring denga pemikiran remaja yang lebih abstrak dan idealistis, mereka juga berpikir lebih logis. Mereka mulai berpikir lebih seperti ilmuwan, menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya. Jenis proses pemecahan masalah ini disebut penalaran hipotetikal-deduktif.

Secara sederhana dalam perkembangan tahap pemikiran itu dapat dilihat beberapa hal yang dapt mempengaruhi pendidikan nilai, yaitu:
1.       Perkembangan anak dari tahap meniru dan refleks, ke berbuat sendiri secara sadar.
2.       Perkembangan dari pemikiran konkret ke abstrak.
3.       Perkembangan dan pemikiran egosentris ke sosial.

Dari sini dapat dimengerti pada umur yang lebih dini lebih ditekankan praktek dan pengalaman nyata, sedangkan pada usia selanjutnya dengan penyadaran kognitif dan pengertian. Pada anak kecil harus diberi banyak latihan, banya praktek, dan dihadapkan pada kenyataan konkret. 

Metodologi teori perkembangan kognitif piaget

Metode yang digunakan piaget dalam penelitian periode-periode sensorimotor (ummur 0-2 tahun) adalah metode naturalistik dan eksperimental informal. Piaget meneliti ketiga anaknya sendiri secara alamiah. Ia mengamati apa yang dibuat, dikerjakan, serta dialami anak-anaknya. Ia tidak menggunakan alat ukur khusus, kecuali bahwa ia dengan teliti mencatat semua yang terjadi dalam kurun waktu yang lama. Penelitian bersifat longitudinal, yaitu dilakukan dalam waktu yang panjang dengan mengikuti perkembangan subjek. Sampelnya hanya tiga, jadi terbatas. Piaget tidak mengguakan  pengamat lain utuk mengecek reliabilitas pengamatannya.Menurut ginsburg & Opper (1998), metode ini mempunyai kelemahan dan keunggulannya sendiri. Secara metodologis, ada beberapa kelemahannya.
1.       Sampelnya hanya tiga tidak cukup untuk membuat generalisasi.
2.       Biasanya, pengamatan orang tua terhadap anaknya sendiri kurang begitu terpercaya karena adanya hubungan darah dan perasaan yang kuat.
3.       Piaget tidak mempunyai kontrol sebagai pembanding seperti layaknya suatu penelitian yang canggih.
Dalam penelitiannya, Piaget banyak mengugnakan alat-alat yang konkret untuk menguji perkemabnagan pemikiran anak. Peralatan yang banyak digunakan pada tahap-tahap akhir adalah peralatan dalam bidang fisika dan matematika. Peralatan itu memang dapat mengungkapkan apakah anak sudah dapat berpikir operasi formal atau belum. 
Pendapat lain

Menurut Wadsworth (1989), teori perkembangan kognitif Piaget bukanlah sautu yang sudah mantap dan tetap. Teorinya belum  komplet. Pemikirannya tentang mengapa dan bagaimana peerkembangan terjadi memang jelas, tetapi bagaimana mekanisme-mekanisme itu masuk dalam proses perkemabnagan tidak semuanya jelas. Ada yang berpendapat bahwa perkemabangan kognitif parallel dengan evolusi sosial (masyarakat). Namun, Chapman (1986) melihat bahwa hal itu berbeda. Perkembangan logika dan matematika dalam diri seseorang cenderung terarah pada kepenuhan (pembentuka struktur yang penuh dan tak terubahkan). Ada keterahana tertetu, meskipun bukan determinsai. Sementara itu, struktur biologis, social, dan ekonomi adalah sistem yang terbuka., perkembangan dipengaruhi lebih oleh perubahan keadaan eksternal daripada kecenderungan ke arah pemenuhan.Chapman (1986) beranggapan bahwa perbedaan sosial dapat mempengaruhi perkembangan individu. Urutan langkah-langkah perkembangan kognitif tidak berbeda bagi kultur yang berbeda, tetapi kecepatan perkembangannya dapat berbeda-beda dengan perbedaan kultur. Misalnya, dalam kultur yan primitif, batasan-batasan sosila yang ketat cenderung memperlambat pemikiran formal seseorang.
Masyarakat yang bukan industri cenderung tudak mengembangkan pemikiran opersai formal. Mereka lebih menekankan menerima pengaruh lingkungan sosial bagi perkembangan kognitif anak, terlebih lingkungan kultural dan historis. Institusi, peralatan, dan sistem symbol adalah hasil umat manusia dan berkembang dalam berbagai kebudayaan sepanjang sejarah. Interaksi dengan mereka yang berkompeten dan ahli akan membantu meningkatkan pengertian anak. Bahasa sangat berpengaruh di sini. Namun, juga kentara, misalnya, interkasi anak dengan gesture ibunya sebelum dapat berbicara sangat penting. Vygotsky tidak berfokus pada pengaruh kelompok anak, tetapi lebih pada bimbingan orang dewasa.
Piaget mulai dengan anak sendiri yang berproses menajdi lebih sosial, sedangkan Vygotsky melihat bahwa anak sudah sejak awal menajdi sosial. Piaget lebih berminat dalam melihat dunia sosial, terutama pada level mikro atau kontak interpersonal. Pengaruh kelompok dibicarakan dalam menganalisis aturan permainan. Piaget juga menerima bahwa praktik budaya yang berbeda, seperti ada dan tidak adanya sekolah formal, dapat menghalangi atau menghambat orang dewasa mencapai pemikiran operasi formal. Namun, Piaget percaya bahwa interaksi kelompok berbeda secara kualitatif dan juga lebih kuat daripada interaksi orang dewasa dan anak dalam mempermudah perkembangan kognitif. Piaget menerima bahwa orang dewasa membantu perkembangan anak yakni dengna adanya bertindak sebagai sumber transmisi edukatif dan verbal unsur-unsur kultural dalam arti kognitif. Tambahan lagi, Piaget percaya bahwa interaksi guru-murid berguna sejauh guru yang pansdai itu tidak mengembangkan teori pengetahuannya.

DAFTAR PUSTAKA 

Zimmer, Ratih. 2009. Mengoptimalkan IQ & EQ Anak Melalui Sensomotorik. Jakarta: Penerbit Libri.
Santock, W. John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Suparno, Paul. 2000. Teori Perkembangan Kognitif. Yogyakarta: PT. Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar