BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada hakikatnya pendidikan merupakan sarana mendasar
upaya manusia untuk memproleh kelangsungan hidupnya, dan secara instrumental
pendidikan merupakan satu infrastruktur untuk pengembangan sumber daya manusia
dan pelestarian budaya dalam proses alih generasi secara berkesinambungan. Berdasarkan
Undang-Undang No. 2 tahun 1998 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
mempunyai pengertian sebagai:”…usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, untuk peranannya dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan dating” (pasal 1 ayat 1) (Surya: 2004).
Dalam paparan diatas bahwa pendidikan dijalankan
melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran. Dengan kata lain, pendidikan
membutuhkan ilmu-ilmu yang lain untuk mewujudkannya agar lebih efisien dan
efektif dengan tidak menghilangkan dasar tujuannya.
Psikologi pendidikan ilmu yang mempelajari pelajar atau
siswa, belajar, dan mengajar. Prinsip-prinsip ini memusatkan perhatian, dimana
informasi, keterampilan, nilai, dan sikap diteruskan dari guru ke siswa di
kelas.
Dengan mengetahui banyak ilmu psikologi pendidikan,
tidak otomatis kita dapat menjadi guru teladan dan paling baik dalam mengajar
siswa. Tetapi, jika tidak mengetahui psikologi pendidikan, kita dapat gagal
dalam mengajar, frustasi, dan menghabiskan waktu karena tidak menemukan
bagaimana cara mengajar yang baik
seperti orang lain yang tahu ilmu psikologi pendidikan (Esti : 2008)
Menurut penulis psikologi pendidikan berpengaruh dalam
pembentukan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk siswa. Bagaimana kita
menentukan suatu tujuan pembelajaran, materi yang dibahas, metode
pembelajarannya dikaitkan dengan perkembangan psikologis anak tersebut.
Tentunya berbeda kemampuan anak SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi dalam hal
pola pikir, tingkah laku, dan emosional.
Dalam penulisan blog penulis hanya membatasi
pembahasan psikologi pendidikan dengan materi perkembangan, tahapan
perkembangan, proses belajar konsep diri siswa. Dari batasan yang disebutkan
penulis menerapkannya dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
untuk siswa. Namun siswa yang dijadikan objek, berumur 11 tahun sehingga
pembahasan batasannya pun lebih mengacu pada perkembangan anak berumur 11
tahun. Penulisan blog ini untuk memenuhi tugas dalam materi kuliah psikologi
pendidikan sehingga tidak bisa dijadikan acuan dasar bagi para pembaca. Namun,
penulis berharap semoga tulisan blog ini bermanfaat bagi pembaca dan membantu
bagi para calon guru.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
perkembangan yang terjadi dalam proses belajar siswa ?
2. Bagaimana
bentuk atau kerangka RPP siswa ?
3. Bagaimana
contoh penerapan teori perkembangan proses belajar dalam pembuatan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) ?
C. Tujuan
Penulisan
1. Pembaca
dapat memahami perkembangan yang terjadi dalam proses belajar siswa
2. Pembanca
mengetahui bentuk atau kerangka RPP
3. Pembaca
dapat mengaplikasikan tahap perkembangan proses belajar kedalam pembuatan RPP.
D. Batasan
Penulisan
Penulis membatasi pembahasan dalam teori ini pada
perkembangan kemampuan siswa berumur 11 tahun sesuai dengan RPP yang direvisi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Proses
Perkembangan Dan Hubungannya Dengan Proses Belajar
1.
Definisi Perkembangan
Dalam Dictionary of Psychology (1972) dan The Penguin Dictionaryof Psychology (1998), arti perkembangan pada
prinsipnya adalah tahapan-tahapan yang progresif yang terjadi dalam rentang
kehidupan manusia dan organisme lainnya, tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat
dalam diri organisme-organisme tersebut.
Selanjutnya, Dictionary of Psychology di atas secara luas lebih merinci
pengertian perkembangan manusia sebagai berikut.
a.
The
Progressive and continous change in the organismfrom birth to death,
perkembangan itu merupakan perubahan yang progresif dan terus-menerus dalam
diri organism sejak lahir hingga mati.
b.
Growth,
perkembangan
itu berarti pertumbuhan.
c.
Change
in he shape and integration of bodily parts into functional parts, perkembangan
berarti dalam bentuk dan penyatuan bagian-bagian yang bersifat jasmaniah ke
dalam bagian-bagian fungsional.
d.
Maturation
of the appearance of fundamental pattern of unlearned behavior, perkembangan itu adalah kematangan atau
kemunculan pola-pola dasar tingkah laku yang bukan hasil belajar (Muhibbin :
2011)
Dari beberapa paparan di atas
perkembangan merupakan perubahan bagian yang bersifat jasmaniah bersifat
progresif menuju pada proses kematangan
yang mendasari tindakan behaviour seseorang
dalam rentang kehidupan manusia.
Bagaimana hubungan antara perkembangan
dan pertumbuhan?
Mayoritas pelajar berpendapat bahwa
perkembangan merupakan perubahan kualitatif makhluk hidup sedangkan pertumbuhan
merupakan perubahan kuantitasnya. Kaitan antara keduanya tidak dapat dipisahkan
salin relevan antara satu sama lain.
2.
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Dalam
mempelajari perkembangan manusia diperlukan adanya pengertian khusus mengenai
hal-hal sebagai berikut: 1) proses pematangan, khususnya pematangan fungsi
kognitif; 2) proses belajar; 3) pembawaan atau bakat. Ketiga hal ini berkaitan
erat satu sama lain dan saling berpengaruh dalam perkembangan kehidupan manusia
tak terkecuali para siswa sebagai peserta didik kita.
Adapun
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan siswa, para ahli berbeda
pendapat lantaran sudut pandang dan pendekatan mereka terhadap eksistensi siswa
tidak sama. Berikut paparannya;
a.
Aliran Nativisme, yang berpandangan bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh perkembangannya. Tokoh utama aliran ini bernama
Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman. Konon dijuluki sebagai
aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kacamata hitam. Dalam
ilmu pendidikan, pandangan seperti ini disebut “pesimisme pedagogis”.
b.
Aliran Empirisisme, yang berpandangan
bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh pengalaman dan lingkungannya,
lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Tokoh utama aliran ini
bernama John Locke (1623-1704). Dalam ilmu pendidikan, pandangan seperti ini
disebut “optimism pedagogis”.
c.
Aliran Konvergensi, merupakan gabungan
arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perkembangan manusia. Tokoh utama konvergensi bernama Louis
William Stern (1871-1938) seorang filosof dan psikolog Jerman. Dalam ilmu
pendidikan, pandangan seperti ini disebut “personalisme”.
Berdasarkan uraian mengenai
aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungungan dengan proses perkembangan
di atas, penyusun berpandangan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya
mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam:
a.
Faktor intern, yaitu faktor yang ada
dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis
tertentu yang mengembangkan dirinya sendiri;
b.
Faktor eksternal, yaitu hal-hal yang
dating atau di luar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan)
dan pengalaman berinterkasi siswa tersebut dengan lingkungannya.
3.
Fase Perkembangan Serta Tugasnya
Secara
umum, proses dapat diartikan sebagai rentetan perubahan yang terjadi dalam
perkembangan sesuatu. Adapun maksud kata proses dalam perkembangan siswa ialah
tahapan-tahapan perubahan yang dialami siswa, baik yang bersifat jasmaniah
maupun yang bersifat rohaniah. Proses dalam hal ini juga berarti tahapan
perubahan tingkah laku siswa, baik yang terbuka maupun yang tertutup. Tingkah
laku erbuka meliputi perbuatan berbicara, duduk, berjalan, dan seterusnya.
Sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berpikir, berkeyakinan, berperasaan,
dan seterusnya.
Enam
fase yang akan penyusun bahas dalam buku ini kaitannya dengan tugas
perkembangan yang erat hubungannya dengan proses belajar manusia. Adalah hal
yang pasti bahwa setiap fase atau tahapan perkembangan kehidupan manusia
senantiasa berlangsung seiring dengan kegiatan belajar. Kegiatan belajar dalam
hal ini tidak berarti merupakan kegiatan belajar yang ilmiah. Tugas belajar
yang muncul dalam setiap fase perkembangan merupakan keharusan universal dan
idealnya berlaku secara otomatis, seperti kegiatan belajar ketrampilan
merupakan sesutau pada fase perkembangan tertentu yang lazim terjadi pada
manusia normal. Di samping itu, hal-hal lain yang menimbulkan tugas-tugas
perkembangan tersebut adalah:
a.
Karena adanya kematangan fisik tertentu
pada fase perkembangan tertentu;
b.
Karena adanya dorongan cita-cita
psikologis manusia yang sedang berkembang itu sendiri;
c.
Karena adanya tuntutan kultural manusia
sekitar (Muhibbin : 2011)
Adapun mengenai fase-fase perkembangan
dan tugas-tugas yang mengiringi fase-fase tersebut sebagaimana yang dikemukakan
oleh Robert Havigurst (1972) berikut ini. Namun penulis hanya memaparkan tugas
perkembangan fase anak-anak sesuai dengan batasan yang sudah ditentukan oleh
penulis.
a.
Tugas perkembangan fase bayi dan
kanak-kanak
Masa
kanak-kanak adalah masa perkembangan dari usia setahun hingga usia sekitar lima
atau enam tahun. Perkembangan biologis pada masa-masa ini berjalan pesat,
tetapi secara sosiologis ia masih sangat terikat oleh lingkungan keluarganya.
Oleh karena itu, fungsionalisasi lingkungan keluarga pada fase ini penting
sekali untuk mempersiapkan anak terjun ke dalam lingkungan yang lebih luas
terutama lingkungan sekolah.
b.
Tugas perkembangan fase anak-anak
Masa
anak-anak (late childhood) berlangsung antara usia 6 tahun sampai 12 tahun dengan
cirri-ciri utama sebagai berikut: 1) memiliki dorongan untuk keluar dari rumah
dan memasuki kelompok sebaya (peer group);
2) keadaan fisik yang memungkinkan/mendorong anak memasuki dua permainan dan
pekerjaan yang membutuhkan keterampilan jasmani; 3) memiliki dorongan mental
untuk memasuki dunia konsep, logika, symbol, dan komunikasi yang luas.
Adapun
tugas-tugas perkembangan pada masa kedua ini meliputi kegiatan belajar dan
mengembangkan hal-hal sebgai berikut:
1)
Belajar keterampilan fisik yang diperlukan
untuk bermain, seperti lompat jauh, lompat tinggi, mengejar, menghindari
kejaran dan seterusnya;
2)
Membina sikap yang sehat (positif)
terhadap dirinya sebagai seorang individu yang sedang berkembang, seperti
kesadaran tentang harga diri (self-esteem)
dan kemampuan diri (self efficacy);
3)
Belajar bergaul dengan teman-teman
sebaya sesuai dengan etika moral yang berlaku di masyarakatnya;
4)
Belajar memainkan peran sebagai seorang
pria ( jika ia seorang pria) dan seorang wanita (jika ia seorang wanita);
5)
Mengembangkan dasar-dasar
keterampilan membaca, menulis, dan
menghitung (matematika atau aritmatika);
6)
Mengembangkan konsep-konsep yang
diperlukan kehidupan sehari-hari;
7)
Mengembangkan kata hati, moral dan skala
nilai yang selaras dengan keyakinan dan kebudayaan yang berlaku di
masyarakatnya;
8)
Mengembangkan sikap objektif/lugas baik
positif maupun negative terhadap kelompok dan lembaga kemasyarakatan; dan
9)
Belajar mencapai kemerdekaan atau
kebebasan pribadi sehingga menjadi dirinya sendiri yang independen (mandiri)
dan bertanggung jawab.
c.
Tugas perkembangan fase remaja
Masa
remaja (adolescence) menurut sebagian ahli psikologi terdiri atas sub-sub masa
perkembangan sebagai berikut: 1) subperkembangan prepuber selama kurang lebih
dua tahun sebelum masa puber; 2) subperkembangan puber selama dua setengah
sampai tiga setengah tahun 3) subperkembangan post-puber, yakni saat
perkembangan biologis sudah lambat tapi masih terus berlangsung pada
bagian-bagian organ tertentu. Saat ini merupakan akhir mas puber yang mulai
menampakkan tanda-tanda kdewasaan.
Proses
perkembangan pada masa remaja lazimnya berlangsung selama kurang lebih 11
tahun, mulai usia 12-21 pada wanita dan 13-22 tahun pada pria. Individu remaja
sedang berada di persimpangan jalan antara dunia nak-anak dan dunia dewasa.
Sehubungan dengan ini, hamper dapat dipastikan bahwa segala sesuatu yang sedang
mengalami atau dalam keadaan transisi (masa peralihan) dari suatu keadaan ke
keadaan lainnya selalu menimbulkan gejolak, goncangan, dan benturan yang
kadang-kadang berkaibat sangat buruk bahkan fatal (mematikan).
d.
Tugas perkembangan dewasa
Masa
dewasa awal (early adulthood) ialah
fase perkembangan saat seorang remaja mulai memasuki masa dewasa, yakni usia
21-40 tahun. Sebelum memasuki masa ini seorang remaja terlebih dahulu berada
pada tahap ambang dewasa (late
adolescence) atau masa remaja akhiryang lazimnya berlangsung 21 atau 22 tahun. Namun, menurut pengamatan
para ahli, pada masa post puber proses perkembangan organ-organ jasmaniah
tertentu, meskipun sudah sangat lamban, maih terus berlangsung kira-kira usia
24 tahun.
e.
Tugas perkembangan setengah baya
Masa
setengah baya (middle age) adalah
masa yang berlangsung antara usia 40 sampai 60 tahun. Konon, di kalangan
tertentu, pria dan wanita yang sudah menginjak usia 40 tahun ke atas sering
dijuluki sebagai orag yang sedang mengalami pubertas kedua. Julukan ini timbul
karena merekan senang lagi bersolek, suka bersikap dan berbuat emosional/mudah
marah, dan bahkan jatuh cinta lagi.
f.
Tugas perkembangan fase usia tua
Masa
tua (old age) adalah fase terakhir
keidupan manusia. Masaini berlangsung antara usia 60 tahun sampai berhembusnya
napas terakhir (akhir hayat). Mereka yang sudah menginjak umur 60 tahun ke atas
yang dalam istilah psikologi disebut “senescence” (masa tua) biasanya ditandai
oleh perubahan-perubahan kemampuan motorik yang semakin merosot.
4.
Perkembangan Psiko-Fisik Siswa
Proses-proses
perkembangan yang memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan belajar siswa.
Proses-proses perkembangan tersebut meliputi:
a. Perkembangan
motor (motor development)
Yakni
proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan perolehan aneka ragam
keterampilan fisik anak (motor skills).
Belajar keterampilan fisik (motor
learning) dianggap telah terjadi dalam diri seseorang apabila ia telah
memperoleh kemampuan dan keterampilan yang melibatkan penggunaan lengan
(seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari) secara baik dan benar. Untuk
belajar memperoleh kemampuan keterampilan jasmani, ia tidak hanya cukup dengan
latihan dan praktik, tetapi juga memerlukan kegiatan perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau kegiatan sensory-motor learning (belajar
keterampilan indriawi-jasmani).
Dalam
kenyataan sehari-hari, cukup banyak keterampilan indriawi-jasmani yang rumit
dan karenanya memerlukan upaya manipulasi (penggunaan secara cermat),
koordinasi, dan organisasi rangkaian gerakan secara tepat, umpamanya
keterampilan bermain piano. Dalam memainkan piano, seorang pianis bukan hanya
melakukan sejumlah gerakan terpisah begitu saja, melainkan juga menggunakan
proses yang telah direncanakan dan dikendalikan secara internal oleh fungsi
ranah ciptanya, sehingga gerakan itu menghasilkan suara merdu.
Demikian
besarnya ketergantungan kinerja keterampilan jasmani tersebut pada keterlibatan
ranah cipta terbukti dengan sering munculnya kekeliruan siswa yang malas
berpikir dalam hal menulis, menggambar, dan memeragakan fisik tertentu. Dengan
demikian, hampir dapat dipastikan bahwa apabila sebuah aktivitas keterampilan
jasmani seseorang (siswa), seperti menyalin pelajaran, dilakukan secara
otomatis tanpa perhatian fungsi ranah cipta yang memadai, walaupun ia sudah
biasa karena sering melakukannya, kesalahan mungkin akan terjadi.
Sehubungan
dengan hal itu, motor skills
(kecakapan-kecakapn jasmani) perlu dipelajari melalui aktivitas pengjaran dan
latihan langsung, bisa juga melakukan pengajaran teori-teori pengetahuan yang
bertalian dengan motor skills itu sendiri. Aktivitas latihanperlu
dilaksanakan dlam bentuk praktik yang berulang-ulang oleh siswa, termasuk
praktik gerakan-gerakan yang salah dan tidak dibutuhkan, sehingga siswa
memahami bagian yang keliru dan dapat segera melakukan perbaikan. Akan tetapi,
dalam praktik itu hendaknya dilibatkan pengetahuan ranah akal siswa. Praktik
tanpa melibatkan ranah akal, umpumanya insight
(tilikan akal) siswa yang memadai terhadap teknik dan patokan kinerja yang
diperlukan, tak dipandang bernilai dan hanya ibarat orang yang sedang senag
beramai-ramai.
Selanjutnya,
ada empat macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor skills anak
yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam mengarahkannya,
yaitu: 1) pertumbuhan dan perkembangan system syaraf; 2) pertumbuhan otot-otot;
3) perkembangan dan perumbuhan fungsi kelenjar endokrin; dan 4) perubahan
struktur jasmani.
b. Perkembangan
kognitif (cognitive development)
Yakni
perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan kemampuan/kecerdasan
otak anak.
Seorang
pakar terkemuka dalam disiplin psikologi kognitif dan psikologi anak, Jean
Piaget (sebut: Jin Piasye), yang hidup antara tahun 1896 sampai tahun 1980, berpendapat
bahwa kemampuan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya sudah dirintis
sejak anak lahir, yang kemudian berkembanglah proses belajar anak sejalan
dengan tahapan perkembangannya, yang disebut sebagai perkembangan kognisi anak
atau perkembangan daya tangkap anak. Piaget sendiri membagi tahap perkembangan
kognitif anak dalam 4 tahap yaitu:
1)
Tahap sensomotorik (lahir - 2 tahun)
2)
Tahap praoperasional (2 - 7 tahun)
3)
Tahap konkret-operasional (7 - 11 tahun)
4)
Tahap formal-operasional (12 tahun ke
atas)
(Ratih : 2009)
Sesuai dengan batasan penulis lebih
merinci tahap konkret-operasional dengan tidak menghilangkan
penjelasan-penjelasa tahapan yang lainnya.
1)
Tahap sensorimotorik
Tahap
sensori motor terjadi pada umur sekitar 0-2 tahun. Dalam tahap ini anak
dicirikan dengan tindakannya yang suka menirukan dan bertindak secara refleks.
Anak dalam tahap ini hanya memikirkan apa yang terjadi sekarang. Anak akan
meniru apa yang dibuat orang dewasa maka model penanaman nilai perlu dengan
cara menirukan, dan orang dewasa sebagai teladan yang ditirukan.
2)
Tahap praoperasional
Pada
tahap pra-operasional yang terjadi pada umur 2-7 tahun, anak mulai menggunakan
symbol dan bahasa. Dengan penggunaan bahasa anak mulai dapat memikirkan yang
tidak terjadi sekarang tetapi yang sudah lalu. Dengan adanya bahasa maka ia
dapat mengungkapkan sesuatu hal yang lebih luas daripada yang dapat dijamah, yang
sekarang dilihatnya. Dalam hal sikap pribadi, anak pada tahap ini masih
egosentris, berpikir pada diri sendiri. Penanaman nilai mulai dapat menggunakan
bahasa, dengan bicara, dan sedikit penjelasan.
3)
Tahap opeasional-konkret
Pada
tahap operasional konkret, umur 7-11 tahun, anak sudah mulai berpikir
transformasi reversible (dapat
dipertukarkan) dan kekekalan. Dia dapat menegerti adanya perpindahan benda,
mulai dapat membuat klasifikasi, namun dasarnya masih pada hal yang konkret.
Anak sudah dapat mengerti persoalan sebab akibat. Maka dalam penanaman nilai
pun sudah dapat dikenalkan suatu tindakan dengan akibatnya yang baik dan tidak
baik.
Adapun
tahap operasional formal, umur 11 tahun ke atas, anak sudah dapat berpikir
formal, abstrak. Dia dapat berpikir secara deduktif, induktif, dan hipotesis.
Ia tidak membatasi berpikir pada yang sekarang tetapi dapat berpikir tentang
yang akan datang, sesuatu yang diandaikan. Anak sudah dapat diajak menyadari
apa yang dibuatnya dengan alasannya. Segi rasionalitas tindakan sudah dapat
diajarkan. Pada tahap ini dalam penanaman nilai, anak sudah dapat diajak
berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik.
Secara
sederhana dalam perkembangan tahap pemikiran itu dapat dilihat beberapa hal
yang dapt mempengaruhi pendidikan nilai, yaitu:
a)
Perkembangan anak dari tahap meniru dan
refleks, ke berbuat sendiri secara sadar.
b)
Perkembangan dari pemikiran konkret ke
abstrak.
c)
Perkembangan dan pemikiran egosentris ke
sosial.
Dalam
periode konkret-operasional yang berlangsung hingga usia menjelang remaja, anak
memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system
operation (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan
peristiwa tertentu ke dalam system pemikirannya sendiri.
Satuan
lagkah berpikir anak kelak akan menjadi dasar terbentuknya intelegensi
intuitif. Intelegensi, menurut Piaget, bukan sifat yang biasanya digambarkan
dengan skor IQ itu. Intelegensi adalah proses, tahapan atau langkah operasional
tertentu yang mendasari semua pemikiran dan pengetahuan manusia, di samping
merupakan proses pemahaman.
Dalam
intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap konkret-operasional
terdapat system operasi kognitif yang meliputi:
a)
Conservation
(konservasi/pengekalan)
Kemampuan
anak dalam memahami aspek-aspek kumulatif materi, seperti volume dan jumlah.
Anak yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu bahwa sifat kuantitatif
benda tersebut tidak akan berubah secara sembarangan. Jumlah cairan dalam
sebuah bejana tidak akan berubah meskipun dituangkan ke dalam bejana lainnya
yang lebih besar ataupun lebih kecil. Begitu juga jumlah benda-benda padat
seperti kelereng dan sebagainya, tak akan berubah hanya dengan mengubah
tatanannya.
b)
Addition
of classes (penambahan golongan benda)
Kemampuan
anak dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda yang dianggap
berkelas lebih rendah, seperti mawar, dan melati, dan menghubungkannya dengan
golongan benda yang berkelas lebih tinggi, seperti bunga. Di samping itu,
kemampuan ini juga meliputi kecakapan memilah-milah benda-benda yang tergabung
dalam sebuah benda yang berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah,
misalnya dari bunga menjadi mawar, melati, dan seterusnya.
c)
Multiplication
of classes (pelipatgandaan golongan benda)
Kemampuan
yang melibatkan pengetahuan mengenai cara mempertahankan dimensi-dimensi benda
(seperti warna bunga dan tipe bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda
(seperti mawar merah, mawar putih, dan seterusnya). Selain itu, kemampuan ini
juga meliputi kemempuam memahami cara sebaliknya, yakni cara memisahkan gabunga
golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri, misalnya: warna bunga mawar
terdiri atas merah, putih, dan kuning.
Berdasarkan
hasil-hasil eksperimen dan observasinya, Piaget menyimpulkan bahwa pemahaman
terhadap aspek kuantitatif materi, pemahaman terhadap penambahan golongan
benda, dan pemahaman terhadap pelipatgandakaan golongan benda merupakan cirri
khas perkembangan kognitif anak berusia 7-11 tahun. Perolehan pemahaman
tersebut diiringi dengan banyak berkurangnya egosentrisme anak. Artinya anak
sudah mulai memiliki kemampuan mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain
dengan pandangannya sendiri, dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya
hanyalah salah satu dari sekian banyak pandangan orang. Jadi, pada dasarnya
perkembangan kognitif anak tersebut
ditinjau dari sudut karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan
kognitif orang dewasa.
Namun
demikian, masih ada keterbatasan-keterbatasan kaasitas anak dalam
mengkoordinaskan pemikirannya. Anak-anak dalam rentang usia 7-11 tahun baru
mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang
konkret. Inilah yang menjadi alas an
perkembangan kognitif anak yang berusia 7-11 tahun tersebut dinamakan
tahap konkret-operasional.
Dari
sini dapat dimengerti pada umur yang lebih dini lebih ditekankan praktek dan
pengalaman nyata, sedangkan pada usia selanjutnya dengan penyadaran kognitif
dan pengertian. Pada anak kecil harus diberi banyak latihan, banyak praktek,
dan dihadapkan pada kenyataan konkret.
4)
Tahap operasional-formal
Operasional-formal
tahap terahir sekitar usia 11-15 tahun. Pemikiran operasional-formal lebih
abstrak daripada pemikiran operasonal konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman
nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan
situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun
proposi abstrak dan mencoba mengolahnya dengna pemikiran logis.
c. Perkembangan
Afektif
Dalam
perkemabangan afektif ini lebih cenderung pada konsep diri dan emosi siswa.
B. Bentuk
RPP Awal
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
NAMA SEKOLAH : _____________________
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Kelas/Semester : V/2
Standar Kompetensi : 6. Mengungkapkan instruksi dan informasi
sangat sederhana dalam konteks sekolah
Kompetensi Dasar : 6.1 Bercakap-cakap
untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi
contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba, dan memberi petunjuk
Alokasi Waktu : 4 x 35 menit
Tujuan Pembelajaran** : 1. Siswa
dapat bercakap-cakap untuk memberi contoh melakukan sesuatu
2. Siswa dapat
bercakap-cakap untuk memberi aba-aba
3. Siswa dapat
bercakap-cakap untuk memberi petunjuk
Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya (
Trustworthines)
Rasa hormat dan perhatian
( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage )
Metode Pembelajaran : 1. Siswa
melakukan tanya jawab yang berkaitan
dengan materi
2. Siswa dan guru membahas
kosakata dan struktur percakapan sesuai materi
3. Siswa melakukan latihan
percakapan dalam bentuk dialog
4. Siswa menggunakan
ungkapan-ungkapan percakapan sesuai materi dalam situasi nyata
Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran:
1. Kegiatan Pendahuluan
Apersepsi dan Motivasi :
· Guru mengawali pelajaran
dengan membahas materi pokok dalam bab yang sedang dipelajari
· Guru dapat meminta siswa
untuk menyebutkan ujaran-ujaran yang biasa dipakai dalam situasi-situasi yang
disajikan dalam buku. Sebagai contoh, jika bab yang sedang dibahas mengangkat
topik tentang feeling, guru bertanya pada siswa bagaimana cara
mereka mengungkapkan apa yang sedang mereka rasakan dalam bahasa Inggris.
2. Kegiatan Inti
&
Eksplorasi
Dalam kegiatan
eksplorasi, guru:
F Siswa dapat Bercakap-cakap
untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur: memberi
contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba, dan memberi petunjuk
&
Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi,
guru:
F Guru memberikan contoh
dialog-dialog yang berkaitan dengan materi.
F Siswa melengkapi
dialog-dialog yang masih kosong dalam buku teks.
F Siswa berlatih
dialog-dialog tersebut dengan teman-temannya (latihan ini dapat dilakukan
secara berpasangan ataupun berkelompok).
F Selama siswa berlatih, guru mengitari
siswa dan mencatat kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
&
Konfirmasi
Dalam kegiatan
konfirmasi, guru:
F Guru bertanya jawab
tentang hal-hal yang belum diketahui siswa
F Guru bersama siswa
bertanya jawab meluruskan kesalahan pemahaman, memberikan penguatan dan penyimpulan
3. Kegiatan
Penutup
Dalam kegiatan
penutup, guru:
F Guru memperbaiki
kesalahan yang dilakukan siswa (kesalahan meliputi pengucapan, penyebutan
kosakata, dan tata bahasa yang pada saat itu menjadi fokus bahasan).
F Guru menilai hasil kerja
siswa dalam melengkapi dialog.
F Guru meminta beberapa
siswa maju ke depan kelas untuk mempraktikkan dialog yang baru saja dilatih.
F Guru memberikan komentar dengan
mengucapkan well done, good job, atau very good pada siswa yang berani maju ke depan agar mereka
termotivasi.
Alat/Sumber Belajar:
1.
Buku
teks Let’s Make Friends with English,
Bambang Sugeng, jilid 5, Esis
2.
Script percakapan yang terdapat dalam buku teks dan buku guru
3. Alat peraga yang
berkaitan dengan materi ajar
4. Buku-buku lain yang relevan
Penilaian:
Indikator Pencapaian
Kompetensi
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Instrumen/ Soal
|
Mengungkapkan berbagai tindak tutur:
§ Memberi contoh
melakukan sesuatu
§ Memberi aba-aba
§ Memberi petunjuk
|
· Unjuk kerja
|
· Performance
|
Act out the
dialogues in front of the class!
(siswa
secara berpasangan atau berkelompok mempraktikkan dialog-dialog yang sudah
dipelajari)
|
FORMAT KRITERIA
PENILAIAN
& Produk ( hasil diskusi
)
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1.
|
Konsep
|
* semua benar
* sebagian besar benar
* sebagian kecil
benar
* semua salah
|
4
3
2
1
|
& Performansi
No.
|
Aspek
|
Kriteria
|
Skor
|
1.
2.
3.
|
Pengetahuan
Praktek
Sikap
|
* Pengetahuan
* kadang-kadang Pengetahuan
* tidak Pengetahuan
* aktif
Praktek
* kadang-kadang aktif
* tidak aktif
* Sikap
* kadang-kadang Sikap
* tidak Sikap
|
4
2
1
4
2
1
4
2
1
|
& LEMBAR PENILAIAN
No
|
Nama
Siswa
|
Performan
|
Produk
|
Jumlah
Skor
|
Nilai
|
||
Pengetahuan
|
Praktek
|
Sikap
|
|||||
1.
2.
3.
4.
5.
|
|
|
|
|
|
|
|
CATATAN :
Nilai = (
Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10.
Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian
KKM maka diadakan Remedial.
............,
......................20 ...
Mengetahui
Kepala Sekolah Guru
Mapel Bahasa Inggris
.................................. ..................................
NIP : NIP
:
C. PENERAPAN DALAM RPP
RPP yang saya buat dikhususkan untuk anak pada tahap
operasional konkret dalam perkembangan kognitifnya
berikut isi RPP:
Nama
Guru : Adnavi Ulfa
Nama
Siswa : Aulia Latifa
Satuan
Pendidikan : SDN 03 Pagi Cengkareng
Timur
Mata
Pelajaran : Bahasa Inggris
Kelas
/ Semester : V / 2
Materi
Pokok : My Family
Kelas/Semester : V/2
Standar Kompetensi :
Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam konteks
sekolah
KOMPETENSI DASAR
·
Listening
·
Writing
·
Reading
·
Speaking
TUJUAN PEMBELAJARAN
1.
Listening
a.
Siswa
mampu menerjemahkan instruksi yang diberikan native speaker
b.
Siswa
bereaksi tepat ketika mendengar perintah dalam bentuk bahasa inggris.
c.
Siswa
mengikuti instruksi yang diberikan native speaker.
d.
Siswa
mampu mengidentifikasi gambar sesuai instruksi.
e.
Siswa
mampu menjodohkan gambar dengan instruksi yang tertulis pada buku ajaran.
f.
Siswa
mampu menerangkan kembali apa yang sudah didengar dari cerita native speaker
dengan menggunakan bahasa inggris secara verbal.
Sesuai dengan teori pada tahap ini anak
berumur 11 tahun disebut tahap operasional konkret, mereka berpikir secara
konkret belum sempurna secara abstrak sehingga masih belum bisa membenarkan
atau menyalahkan kesalahan baca pada native speaker. Siswa telah mampu
memasuki tahap addition classes (penambahan
golongan benda). Sehingga digunakan kemampuan-kemampuan di atas seperti
menjodohkan, mengidentifikasikan gambar sesuai intruksi, memilih gambar mana yang
cocok dengan ucapan pendidik. Siswa juga sesuai dilatih untuk jenjang
berikutnya seperti menerangkan kembali cerita yang didengar oleh pendidik
karena anak pada tahap ini sudah bisa berandai-andai tidak terlalu terbatas
pikirannya seperti anak pada pra-operasional. Guru tidak mencantumkan bahwa
anak diharuskan menemukan kesalahan bacaan pada native speaker atau harus
memeriksa dan membenarkan pelafalan karena dalam memahami cerita mereka lebih
cenderung pada gerakan si pencerita dan mimiknya bukan pada pelafalan kata
bahasa inggrisnya.
b.
Siswa
mampu mengidentifikasikan informasi faktual dari wacana.
c.
Siswa
mampu menyimpulkan pesan tersirat dari sebuah cerita.
d.
Siswa
mampu membandingkan kecocokan jawaban “yes” or “no” sesuai dengan isi teks yang
dibaca.
e.
Siswa
mampu menggaris bawahi inti dari teks yang dibaca.
Pada tahap
reading anak operasional konkret sudah bisa memainkan nalarnya namun belum
secara kompleks, hanya untuk mengambil pesan apa pada cerita mulai bisa
melakukan penalaran deduktif dengan teks yang mudah dan berhubungan dengan
keseharian mereka bukan pada sebuah artikel atau karya ilmiah tingkat tinggi. Tahap yang dijalankan adalah conservation (konservasi/pengekalan), addition of classes (penambahan golongan benda), multiplication of classes (pelipatgandaan
golongan benda).
b.
Siswa
mampu menyebutkan anggota keluarganya menggunakan bahasa inggris.
Pada kemampuan writing anak operasional konkret bisa memberikan cerita sesuai
dengan keadaannya dan tidak jauh beda dari contoh yang sudah diberikan, karena
pemikiran abstrak mereka belum terlalu sempurna. Guru sengaja memberikan contoh
untuk memancing pikiran mereka untuk membuat cerita tentang keluarganya. Mereka
tetap masih terpaku pada kondisi yang dilihat. Namun, ada saja hal yang
ditambahkan guna mempertajam kemampuan berpikir mereka
b.
Memperbaiki
kesalahan pelafalan yang telah diucapkannya.
c.
Menyusun
kalimat dengan pola bahasa inggris yang benar ketika pelafalannya.
Pada
kemampuan speaking anak operasional
konkret akan meniru apa yang dicontohkan oleh pendidik karena disini afektif
mereka tergerak tertarik pada pelajaran Bahasa Inggris sehingga tergerak
psikomotorik mereka untuk mengucapkan kosakata bahasa inggris, terkadang tanpa
sengaja di dalam keseharian memanggil anggota keluarganya dengan mother untuk ibu, father untuk ayah, dengan action
mereka seakan berasal dari Inggris.
Belajar
keterampilan fisik harus disandingkan kognitif dan afektif mereka. Untuk
mengucapkan kosakata bahasa inggris diperlukan memori kosakata yang telah
diberikan oleh guru. Keafektifan mereka untuk menyukai apa yang mereka lakukan
agar antusias mengikuti pelajaran. Pada dasarnya ada keterlibatan ranah cipta
disini. Sesuai teori, pola-pola gerakan yang cakap dan terkoordinasi itu tak
dapat tercapai dengan baik semata-mata dengan mekanisme sederhana, tetapi
dengan proses mental yang sangat kompleks.
Ketergantungan kinerja keterampilan
jasmani tersebut pada keterlibatan ranah cipta terbukti dengan sering munculnya
kekeliruan siswa yang malas berpikir dalam hal menulis, menggambar, dan
memeragakan fisik tertentu. Dengan demikian, hampir dapat dipastikan bahwa
apabila sebuah aktivitas keterampilan jasmani seseorang (siswa), seperti
menyalin pelajaran, dilakukan secara otomatis tanpa perhatian fungsi ranah
cipta yang memadai, walaupun ia sudah biasa karena sering melakukannya,
kesalahan mungkin akan terjadi.
Kemungkinan setelah belajar bahasa
inggris ini siswa akan mencoba untuk menerapkan pada kehidupan sehari-harinya.
Sesuai dengan tugas fase perkembangannya ia sudah bisa memainkan peran dengan mengembangkan
konsep-konsep yang diperlukan kehidupan sehari-hari. Ia berpura-pura menjadi
warga negara asli Inggris dalam melafalkan panggilan-panggilan untuk anggota
keluarganya.
D. Ayat
Perkembangan Kognitif
Dasar Awal Kognitif: Penginderaan, Persepsi Dan Belajar.
Pengindraan merupakan deteksi
dari stimulasi sensorik, sementara persepsi merupakan interpretasi dari
apa yang telah diterima oleh alat indra. Alquran banyak menggambarkan tentang
pengindraan dan persepsi. Alquran menggambarkan bahwa ketika manusia
lahir dalam keadaan tidak mengetahui, namun Allah memberi alat-alat sensorik
untuk mendapatkan pengetahuan.
Dan Allah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (An-Nahl : 78 )
Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (As-Sajdah : 9)
Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan
kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi)
amat sedikit kamu bersyukur. (Al-Mulk: 23 )
Daftar Pustaka
Zimmer, Ratih. 2009. Mengoptimalkan IQ & EQ Anak Melalui Sensomotorik. Jakarta: Penerbit Libri.
Zimmer, Ratih. 2009. Mengoptimalkan IQ & EQ Anak Melalui Sensomotorik. Jakarta: Penerbit Libri.
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru
Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Santock, W. John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Suparno, Paul. 2000. Teori Perkembangan Kognitif. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Santock, W. John. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Suparno, Paul. 2000. Teori Perkembangan Kognitif. Yogyakarta: PT. Kanisius.
Catatan:
kemungkinan tulisan blog ini akan terus direvisi seiring dengan yang telah dipelajari oleh mata kuliah psikologi pendidikan pada setiap pertemuannya, mohon maaf atas pengarang yang belum dicantumkan pada daftar pustaka karena data yang telah ditulis hilang setelah revisi kembali akan dicntumkan sumber-sumber yang benar.